Seluruh Indonesia
Ubah Lokasi
  • Artikel
  • Home
  • /
  • Artikel
  • /
  • Sekarang Fokus Ngepel, Berhenti Dulu Ngomel !

Cari

Tampilkan Artikel

Sekarang Fokus Ngepel, Berhenti Dulu Ngomel !

U.P. Mita Kalyani Irma Gunawan

Jum'at, 05 April 2024

MBI

Katanya, bila usia makin tua itu (karena tidak banyak kerjaan), jadi fokus dengan hal-hal (yang kita anggap tidak penting) yang mau cepat diselesaikan dan membuat keributan dan keribetan selama prosesnya.   Katanya lagi, makin tua makin seperti anak kecil kelakuannya, upsss! 


Katanya, bila usia makin tua itu (karena tidak banyak kerjaan), jadi fokus dengan hal-hal (yang kita anggap tidak penting) yang mau cepat diselesaikan dan membuat keributan dan keribetan selama prosesnya.   Katanya lagi, makin tua makin seperti anak kecil kelakuannya, upsss! Sebaiknya ini menjadi perenungan saja, mungkin saya, anda, dia atau siapapun ya sudah menjadi seperti itu dan malah mungkin makin menjadi setelah tambah usia.

Padahal, banyak juga yang belum masuk level usia lanjut, saat menjalankan rangkaian aktivitasnya seperti robot terprogram dan tidak boleh menyimpang dari yang sudah menjadi kebiasaannya.   Sehingga orang-orang seperti ini terlihat kaku, lambat dan mudah baper (bawa perasaan), karena mereka akan begitu kuat mempertahankan prinsip hidupnya sampai dengan hal terkecil.  Biasanya mereka juga tidak peduli apakah orang-orang disekitarnya akan terhambat dengan prosedur patennya itu, yang penting adalah selesai pekerjaan dengan caranya.

Atau bahkan sebaliknya, ada tipikal orang yang terlalu fleksibel akan terlihat santai, bermalas-malasan dan kurang gercep (gerak cepat).  Orang ini biasanya harus diingatkan, dikejar-kejar, kadang harus didampingi, pokoknya harus dikasih tenggat waktu.

Semua karakter memang pasti ada kekurangan dan kelebihannya.   Namun seringkali perbedaan karakter ini menjadi perseteruan pasangan, anak dan orang tua, partner kerja dan lain sebagainya saat melakukan kolaborasi aktivitas apapun.   Lantas, apa kaitannya dengan judul tulisan ini?

Markijut, mari kita lanjut,  contoh kasus, penulis memiliki beberapa teman perempuan yang berprofesi paling mulia yaitu ibu rumah tangga (saja),  yang "saking mencintai" pekerjaan rumah tangganya, orang ini sangat melekat dengan rutinitas pekerjaannya.   Orang ini biasanya tidak mau diganggu bila belum tuntas tas.. tas.. pekerjaannya, karena ia akan gelisah, khawatir, terburu-buru dan pada umumnya perempuan, akhirnya, ngepel sambil mengomel!

Kami para perempuan sepakat memberikan tagline, pekerjaan rumah tangga adalah pekerjaan yang tiada habisnya.   Ibarat gerai Mc.Donald yang buka 24 jam, bila dilakoni terus ya kerja 24 jam!   Sepertinya kami rela berkorban "me time" kami untuk melakukan urusan rumah, anak, suami, orang tua, mertua, menantu, organisasi bahkan tetangga (ini mah bergosip ya).
 
Kembali ke paragraf awal tulisan ini, apapun karakter dan cara saya, anda, siapapun, saat menjalani keseharian kehidupan ini, sepertinya, kita selalu sibuk dengan pikiran, lagi-lagi pikiran, pikiran sibuk dengan rencana, jadwal, hasil , tujuan, prinsip hidup, egoisnya, emosinya, kusut!

Ibarat seperti mengemudi mobil, ada saat lampu hijau gas, lampu kuning siap-siap berhenti dan lampu merah berhenti sejenak!   Bukannya dari lampu kuning siap-siap gas, lampu merah tancap gas, lampu hijau gas terusss, tiba-tiba brukkk, kecelakaan, salahkan mobil lain, salahkan lampu lalu lintas, salahkan cuaca, salahkan janjian sudah telat, salahnya dimana-mana, dan bukan salah saya.

Dengan empat buah cara, seseorang yang pandai dan bijaksana berusaha agar tidak runtuh (moralnya), selalu sadar, tidak disalahkan dan tidak tercela.  Apakah keempat buah cara itu? Keempat buah cara itu adalah melaksanakan perbuatan benar, ucapan benar dan pikiran benar, serta bersyukur atas keadaannya sekarang ( Anguttara Nikaya II 228 )

Sebagai umat (yang mengaku) Buddhis dan paham tentang teori dan bagaimana mempraktikkan mindfulness, seringkali praktiknya maksimal saat retret dan berangsur surut setelah pelatihan usai , ya itu tadi, seribu satu malam ya ada seribu satu alasan, temperatur emosi naik turun, lalu panas terus!   Katanya, wajar masih manusia dalam samsara, maklum masih tahap belajar, lalu “kapan naik levelnya, katanya mau mencapai Nibbana?”  Nibbana ga usah dipikirin katanya, surga aja belum tentu sampai, oh ok kalo gitu ciptakan neraka terus dalam kehidupan ini?

Untuk merangkai tulisan ini pun, penulis harus berusaha sadar penuh, agar kalimat penyampaian  tidak menyinggung, tidak menggurui bahkan jangan sampai dianggap memaki. Walau mungkin, akan ada saja orang yang salah persepsi, jangankan tulisan, penjelasan panjang lebar secara lisan saja banyak yang selisih paham, katanya cara bicaranya kok gitu, marah ya? Apalagi orang sekarang malas telepon, komunikasinya via whatsapp, lalu salah paham lagi, tersinggung lagi, blokir nomornya!

Markitak.. Apa tuh?  Mari kita letakkan sejenak pikiran kita, saat sibuk terus, saat mau marah, saat terburu buru, saat santai, saat kondisi belum sesuai keinginan, saat mau lari dari kenyataan, saat apapun itu berhenti dulu. Ya, berhenti dulu. Tapi belum mati belum berhenti kan? Jadi bagaimana? Pokoknya berhenti dulu, karena bila sudah mati mau bagaimanapun berhenti, jadi karena belum mati, berhenti dulu sejenak, letakkan pikiran yang gundah, letakkan emosi yang seperti sulit terkendali, hanya berhenti sejenak.   Ingat Buddha, ingat sadar, mau kejar apa sih?  Ingat Buddha, ingat sadar.

Orang bijaksana mengendalikan perbuatan melalui badan jasmani, mereka juga mengendalikan perbuatan melalui ucapan, mereka juga mengendalikan pikiran dengan baik. Mereka yang menjaga dengan baik ketiga pintu; badan jasmani, ucapan dan pikiran, benar-benar telah mengendalikan diri dengan sepenuhnya. (Dhammapada 234)

Markiprat, mari kita Pratik !

Share:

Komentar (0)

Belum ada Komentar.

Ubah Filter Konten
Informasi

Silakan Masuk dengan menggunakan aplikasi Android/IOS