Makna Persembahan kepada Mendiang (Wejangan di Rumah Duka)
Upasika Pandita Khema Silani Dian Pratiwi
Minggu, 05 Januari 2025
MBI
Namo Sanghyang Adi Buddhaya,
Namo Buddhaya.
Bapak/Ibu keluarga mendiang dan saudara-saudara sedharma yang berkumpul di Rumah Duka ini. Adalah berkah bagi saya dapat menyampaikan Kotbah Dharma kepada Bapak/Ibu dan saudara-saudara sedharma dalam suasana duka ini.
Buddha berkata dalam Dhammapada syair 128: “Tidak di langit, di tengah lautan, di celah-celah gunung atau di manapun juga, dapat ditemukan suatu tempat bagi seseorang untuk dapat menyembunyikan diri dari kematian.”
Bapak/Ibu dan saudara-saudara sedharma, Kematian itu pasti, waktunya yang tidak pasti. Tidak ada seorangpun dari kita yang dapat melarikan diri dari kematian, apapun jabatanmu, seorang Presiden atau seorang rakyat biasa, orang kaya atau miskin, paras cantik atau jelek penampilanmu, apalagi usiamu sudah tua atau masih bayi sekalipun. Semuanya, tidak ada satupun yang dapat terlepas dari kematian. Cuma tinggal waktunya saja, kapan kita dijemput oleh “Tuan Kematian”. Karena segala yang berkondisi adalah tidak kekal, tidak pasti (Sabbe Sankkhara Anicca). Perubahan terjadi setiap detik dan kematian itulah yang pasti. Mengetahui kondisi ketidakpastian akan kehidupan ini, marilah kita bersama-sama belajar makna persembahan dana kepada mendiang dan bagaimana proses pelimpahan jasa kepada yang telah meninggal.
Bapak/Ibu keluarga mendiang, di depan altar ini ada meja persembahan makanan dan minuman yang telah disediakan. Perlu diketahui bahwa persembahan makanan dan minuman ini semestinya dipersembahkan dengan tulus iklas dan penuh welas asih. Jika perlu makanan yang tersedia tidak melukai makluk lain atau dalam bentuk vegetarian. Jika tidak vegetarianpun, usahakan sediakan makanan dari daging yang memenuhi syarat daging bersih yang disediakan tidak dibunuh atas pesanan kita, disaksikan langsung atau didengarkan bahwa makanan tersebut untuk dipersembahkan kepada leluhur keluarga kita. Jika dipersembahkan dengan tulus iklas dan welas asih, niscaya persembahan tersebut akan diterima oleh almahum/almahumah seperti yang dikatakan oleh Buddha di Tirokudda Sutta, Khp 7 : “Seperti air yang mengalir turun, dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah. Demikian juga apa yang dipersembahkan di sini, mencapai mereka yang telah meninggal
Tetapi perlu diketahui, Bapak/Ibu dan saudara-saudara sedharma yang terkasih, persembahan dana makanan dan minuman tersebut akan lebih efektif dan bermakna jika kita, keluarga mendiang mempersembahkan baik dana makanan/minuman ataupun persembahan jubah atas nama mendiang kepada para sangha (Sanghadana) dan kemudian jasa kebajikannya didedikasikan, dilimpahkan kepada mendiang dan kepada semua makluk. Pasti ada hasil yang baik berupa kemakmuran dan kebahagiaan bagi para mendiang ataupun keluarga yang berdana tersebut.
Seperti yang dijelaskan di Tirokudda Sutta tentang kerabat Raja Bimbisara yang menjadi hantu menyedihkan selama berkalpa-kalpa tetapi langsung mendapat manfaat dan terbebaskan dari penderitaan melalui kehadiran Buddha ketika mereka merasakan kegembiraan setelah pelimpahan jasa yang didapatkan dari sanghadana tersebut.
“Lebih jauh lagi, persembahan ini yang telah diberikan, dan ditempatkan dengan baik dalam sangha. Untuk berkah jangka panjang bagi seseorang yang telah meninggal / leluhur Sangat cocok/ langsung diterima oleh mendiang”
(Tirokudda Sutta)
Bapak/Ibu dan saudara-saudara sedharma, persembahan dana makanan/minuman ataupun jubah kepada para sangha dapat membantu mediang di alam barunya. Tetapi dari segala persembahan dana, Dharma adalah dana yang paling tinggi nilainya. Apalagi kita menggunakan tubuh kita untuk berdana Dharma seperti menerjemahkan buku Dharma, mencetak buku Dharma, Dharmadesana dan lainnya.
Buddha bersabda, “Sabbe Danam Dhammadanam Jinati”, yang artinya, “Dari semua pemberian, pemberian Dharma-lah yang tertinggi.” Dana Dharma akan menghasilkan kebijaksanaan dan pengetahuan.
Mengakhiri kotbah ini, saya akan menceritakan sebuah kisah dengan singkat dari Dhammapada syair 326 tentang Samanera Sanu, setelah mendengarkan kotbah Buddha, didesak oleh para Biksu senior untuk mengulang kembali kotbah Buddha. Setelah selesai mengulang kotbah tersebut, Samanera Sanu berkata dengan tulus, ”Semoga jasa kebajikan mengulang kotbah Dharma langsung dari Buddha yang baru saya lakukan dilimpahkan jasa kebajikan kepada ayah ibu ku dari setiap kehidupan.” Ternyata ada para dewa, para raksasa yang pernah menjadi ayah ibunya dari kehidupan sebelumnya merasa gembira dan memperoleh kehormatan dari kelompok mereka setelah pelimpahan jasa dari samanera Sanu. Para dewa, para raksasa menyatakan dengan gembira “sadhu”. Luar biasa hasil kebajikan dari persembahan Dharma tersebut.
Bapak/ibu dan saudara sedharma, untuk pelimpahan jasa, kita boleh melakukan banyak kebajikan seperti donor darah, mencetak buku Dharma, mengadakan kegiatan Dharmadesana, melepaskan makluk ke alam habitatnya (Fang Shen), atau menyediakan obat-obatan, masker, vaksin dan lain lain; bahkan menjadi atau berlatih menjadi seorang pabbajita – menjadi samanera/samaneri dan sebagainya. Semuanya dapat dilakukan sesuai kemauan, kemampuan kita masing-masing asal dilakukan dengan kerelaan/keiklasan dan kebahagiaan. Demikianlah Dharma yang indah pada awalnya, indah pada saatnya dan indah pada akhirnya.
Demikian dari saya Dian Pratiwi/Miss Ang. Semoga Kotbah Dharma saya ini dapat memberikan manfaat buat kita semuanya. Semoga semuanya tetap sehat dan bahagia serta lebih semangat dalam menghadapi kehidupan yang tidak pasti ini. Semoga berkah kotbah Dharma ini dilimpahkan jasanya kepada kedua orang tua, guru, saudara, sahabat, semua mendiang, semua dewa dan semua makluk.
Sadhu, Sadhu, Sadhu.
Referensi :
Aggacitta Bhikkhu: PENGHORMATAN KEPADA LELUHUR – Sudut Pandang Agama Buddha (Penerbit Dian Dharma, 2020)
Chodron, Thubten: I Wonder Why (Penerbit Dian Dharma, 2012)
DHAMMAPADA ATTHAKATHA (Kisah-Kisah Dharmapada) Tim Penerbit Bodhi Buddhist Centre Indonesia http://www.bbcid.org (Percetakan Karya Maju Medan, 2010)
Walshe M. O’C. Willy Liu : Ajaran Buddha & Kematian (Vidyāsenā Production, Yogyakarta, 2010)
Komentar (3)
Tek min
Selasa, 04 Februari 2025 17:30
Anumodana atas sharing dhamma nya, semoga semua makhluk hidup berbahagia, sadhu.sadhu.sadhu…
Agus Setyawan suwarno
Kamis, 30 Januari 2025 05:10
sangat menarik, utk masukan dalam sharing dharma saat pelimpahan jasa.
Hendra Dynatra
Rabu, 08 Januari 2025 15:06
terima kasih atas sharing ilmunya miss ang